Rabu, 12 Desember 2012

            
                                            Jerat Hukum Bagi Pasangan yang Melakukan Aborsi


Seseorang yang telah melakukan aborsi apakah bisa dituntut? Walaupun aborsi tidak terjadi pada Anda dan pacarnya tetap dapat dipidana atas tindakan percobaan melakukan aborsi sebagaimana terdapat dalam Pasal 75 jo. Pasal 194 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan ("UU Kesehatan") jo. Pasal 53 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) atau Pasal 346 jo. Pasal 53 ayat (1) KUHP (untuk Adik Anda) serta Pasal 348 ayat (1) jo. Pasal 53 ayat (1) KUHP (untuk pacarnya).
 
Seseotang dapat dikenakan pidana terkait Pasal 75 ayat (1) jo. Pasal 194 UU Kesehatan jo. Pasal 53 ayat (1) KUHPdalam hal aborsi yang dilakukan termasuk ke dalam aborsi yang tidak memenuhi ketentuan yang diatur dalam Pasal 75 ayat (2) UU Kesehatan (aborsi ilegal). Apabila aborsi tersebut terjadi, maka berdasarkan Pasal 194 UU Kesehatan,  diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 1 milliar. Sedangkan berdasarkan Pasal 346 KUHP, perbuatan aborsi tersebut apabila terjadi, diancam dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.
 
Sedangkan, pacar anda dapat dipidana dengan Pasal 348 ayat (1) KUHP, yang diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun 6 (enam) bulan. Penjelasan lebih lanjut mengenai aborsi, dapat Anda baca pada artikel Ancaman Pidana Terhadap Pelaku Aborsi Ilegal.
 
Akan tetapi Pasal 75 ayat (1) jo. Pasal 194 UU Kesehatan, Pasal 346 KUHP, dan Pasal 348 ayat (1) KUHP merupakan tindak pidana material yakni yang dirumuskan dalam pasalnya adalah akibat yang dilarangnya. Akibat yang dilarang tersebut adalah pengguguran atau kematian dari janin seorang wanita. Oleh karena tindakan aborsi tersebut tidak sampai pada tujuannya yaitu menggugurkan kandungan adik Anda, maka adik Anda dan pacarnya hanya dapat dipidana dengan percobaan aborsi. Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal karangan R. Soesilo, dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP dikatakan bahwa unsur-unsur percobaan adalah:
1.    Niat sudah ada untuk berbuat kejahatan itu;
2.    Orang sudah mulai berbuat kejahatan itu; dan
3.    Perbuatan kejahatan itu tidak sampai selesai, oleh karena terhalang oleh sebab-sebab yang timbul kemudian, tidak terletak dalam kemauan penjahat itu sendiri.
 
Dalam hal ini, niat untuk menggugurkan kandungan tersebut sudah dari adik Anda dan pacarnya, tetapi tidak terlaksana karena hal yang di luar kehendak mereka.
 
Berdasarkan Pasal 53 KUHP hukuman dalam melakukan percobaan tindak pidana adalah:
1.    Dalam hal tindak pidana kejahatan, maksimum pidana pokok yang diancamkan dapat dikurangi sepertiga;
2.    Jika kejahatan tersebut diancam dengan pidana mati dan pidana seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun;
3.    Akan tetapi mengenai hukuman tambahan, sama saja dengan kejahatan yang diselesaikan.
 
Sedangkan, mengenai apakah adik Anda dapat menuntut pacarnya karena telah menghamilinya, hal tersebut tidak dimungkinkan jika keduanya telah dewasa dan melakukannya atas dasar suka sama suka. Lebih lanjut, Anda dapat membaca artikel Pelaku Persetubuhan Karena Suka Sama Suka, Bisakah Dituntut?
 
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
 
Dasar Hukum:

Rabu, 28 November 2012

Asas -Asas Hukum Pidana di Indonesia



ASAS-ASAS BERLAKUNYA HUKUM PIDANA

RUANG BERLAKUNYA HUKUM PIDANA MENURUT WAKTU
Penerapan hukum pidana atau suatu perundang-undangan pidana berkaitan denganwaktu dan tempat perbuatan dilakukan. Serta berlakunya hukum pidana menurut waktumenyangkut penerapan hukum pidana dari segi lain. Dalam hal seseorang melakukan perbuatan (feit) pidana sedangkan perbuatan tersebut belum diatur atau belum diberlakukan ketentuan yang bersangkutan, maka hal itu tidak dapat dituntut dan sama sekali tidak dapat dipidana.
Asas Legalitas  (nullum delictum nula poena sine praevia lege poenali) Terdapat dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP. 
Tidak dapat dipidana seseorang kecuali atas perbuatan yang dirumuskan dalam suatu aturan perundang-undangan yang telah ada terlebih dahulu.
asas ini dirumuskan oleh Anselm von Feuerbach dalam teori : “vom psychologishen zwang (paksaan psikologis)” dimana adagium nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali yang mengandung tiga prinsip dasar :
·       Nulla poena sine lege (tiada pidana tanpa undang-undang) 
·       Nulla Poena sine crimine (tiada pidana tanpa perbuatan pidana)
·       Nullum crimen sine poena legali (tiada perbuatan pidana tanpa undang-undang pidana yang terlebih dulu ada).
RUANG BERLAKUNYA HUKUM PIDANA MENURUT TEMPAT
Teori tetang ruang lingkup berlakunya hukum pidana nasional menurut tempat terjadinya. Perbuatan (yurisdiksi hukum pidana nasional), apabila ditinjau dari sudut Negara ada 2 (dua) pendapat yaitu :
1. Perundang-undangan hukum pidana berlaku bagi semua perbuatan pidana yang terjadi diwilayah Negara, baik dilakuakan oleh warga negaranya sendiri maupun oleh orang lain (asas territorial).
2. Perundang-undangan hukum pidana berlaku bagi semua perbuatan pidana yang dilakukan oleh warga Negara, dimana saja, juga apabila perbuatan pidana itu dilakukan diluar wilayah Negara. Pandangan ini disebut menganut asas personal atau prinsip nasional aktif.

Dalam hal ini asas-asas hukum pidana menurut tempat :
1. Asas Teritorial. 
Asas ini diatur dalam KUHP yaitu dalam Pasal 2 KUHP yang menyatakan :  
Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan suatu tindak pidana di Indonesia. 
Perluasan dari Asas Teritorialitas diatur dalam pasal 3 KUHP yang menyatakan :  
Ketentuan pidana perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang di luar wilayah Indonesia melakukan tindak pidana didalam kendaraan air atau pesawat udara Indonesia”.
2. Asas Personal (nasional aktif).
Pasal 5 KUHP menyatakan :
(1). Ketetentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi warga Negara yang di luar Indonesia melakukan : salah satu kejahatan yang tersebut dalam Bab I dan Bab II Buku Kedua dan Pasal-Pasal 160, 161, 240, 279, 450 dan 451. Salah satu perbuatan yang oleh suatu ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia dipandang sebagai kejahatan, sedangkan menurut perundang-undangan Negara dimana perbuatan itu dilakukan diancam dengan pidana.
(2). Penuntutan perkara sebagaimana dimaksud dalam butir 2 dapat dilakukan juga jika terdakwa menjadi warga Negara sesudah melakukan perbuatan.
 Sekalipun rumusan Pasal 5 ini memuat perkataan “diterapkan bagi warga Negara Indonesia yang diluar wilayah Indonesia”’, sehingga seolah-olah mengandung asas personal, akan tetapi sesungguhnya pasal 5 KUHP memuat asas melindungi kepentingan nasional (asas nasional pasif)
karena Ketentuan pidana yang diberlakukan bagi warga Negara diluar wilayah territorial wilyah Indonesia tersebut hanya pasal-pasal tertentu saja, yang dianggap penting sebagai perlindungan terhadap kepentingan nasional.
3.  Asas Perlindungan (nasional pasif)
Dikatakan melindungi kepentingan nasional karena Pasal 4 KUHP ini memberlakukan perundang-undangan pidana Indonesia bagi setiap orang yang di luar wilayah Negara Indonesia melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan nasional, yaitu :
1.  Kejahatan terhadap keamanan Negara dan kejahatan terhadap martabat / kehormatan Presiden Republik Indonesia dan Wakil Presiden Republik Indonesia (pasal 4 ke-1). 
2.  Kejahatan mengenai pemalsuan mata uang atau uang kertas Indonesia atau segel / materai dan merek yang digunakan oleh pemerintah Indonesia (pasal 4 ke-2).
3.  Kejahatan mengenai pemalsuan surat-surat hutang atau sertifkat-sertifikat hutang yang dikeluarkan oleh Negara Indonesia atau bagian-bagiannya (pasal 4 ke-3).
4.  Kejahatan mengenai pembajakan kapal laut Indonesia dan pembajakan pesawat udara Indonesia (pasal 4 ke-4).
5.  Asas Universal.
Berlakunya pasal 2-5 dan 8 KUHP dibatasi oleh pengecualian-pengecualian dalam hukum internasional. Bahwa asas melindungi kepentingan internasional (asas universal) adalah dilandasi pemikiran bahwa setiap Negara di dunia wajib turut melaksanakan tata hukum sedunia (hukum internasional).
Menurut Moeljatno, pada umumnya pengecualian yang diakui meliputi :
1. Kepala Negara beserta keluarga dari Negara sahabat, dimana mereka mempunyai hak eksteritorial. Hukum nasional suatu Negara tidak berlaku bagi mereka.
2. Duta besar Negara asing beserta keluarganya mereka juga mempunyai hak eksteritorial. 
3. Anak buah kapal perang asing yang berkunjung di suatu Negara, sekalipun ada di luar kapal. Menurut hukum internasional kapal peran adalah teritoir Negara yang mempunyainya. 
4.  Tentara Negara asing yang ada di dalam wilayah Negara dengan persetujuan Negara itu.




1.    TUJUAN HKUM PIDANA
Tujuan Hukum Pidana menurut R. Abdoel Djamali (2000) adalah sebagai berikut :
1. Untuk menakut-nakuti setiap orang agar jangan sampai melakukan perbuatan yang tidak baik
2. Untuk mendidik orang yang telah pernah melakukan perbuatan tidak baik menjadi baik dan dapat diterima kembali dalam kehidupan lingkungannya.
Dari kedua tujuan tersebut, dapat diartikan bahwa ketentuan-ketentuan yang ada di dalam hukum pidana dimaksudkan untuk mencegah terjadinya gejala-gejala sosial yang kurang sehat serta memberikan terapi bagi yang telah terlanjur berbuat tidak baik. Oleh karena itu, hukum pidana harus memuat tentang aturan-aturan yang membatasi tingkah laku manusia agar tidak terjadi pelanggaran kepentingan umum.

Menurut ajaran Psikologi Sosial, behaviorisme dengan tokohnya B.F Skinner menyatakan bahwa hukum pidana juga memiliki tujuan utama untuk memberikan stimulus-stimulus tertentu agar manusia terdorong untuk menerima dan melakukan sejumlah perilaku yang diharapkan dilakukan oleh peran kemasyarakatan yang dibebankan kepadanya (Remmelink, 2003).
Menjadi jelas bahwa selain untuk membatasi tingkah laku manusia agar tidak terjadi pelanggaran kepentingan umum, hukum pidana juga bertujuan untuk membentuk tingkah laku yang sesuai dengan norma-norma yang hidup dimasyarakatnya.

2.    TUJUAN HUKUM PIDANA MENURUT  PARA AHLI
Tujuan Hukum Menurut para Ahli
1. Prof. Subekti, S.H
Dalam bukunya yang berjudul “Dasar-Dasar Hukum dan Pengadilan”, beliau menilai bahwa hukum itu mengabdi pada tujuan Negara yang dalam pokonya ialah mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan pada rakyatnya. Dalam penerapannya, hukum tidak hanya untuk memperoleh keadilan, tetapi harus mendapatkan keseimbangan antara tuntutan keadilan dengan tuntutan kepastian hukum.

2. Prof. Mr. Dr. L.J Van Apeldoorn
Dalam bukunya yang berjudul “Inleiding tot de studie van het Nederlandse recht” mengatakan tujuan hukum ialah mengatur pergaulan hidup manusia secara damai. Hukum menghendaki perdamaian.
3. Geny
Dalam “Science et technique en droit prive positif”, geny mengajarkan bahwa hukum bertujuan semata-mata untuk mencapai keadilan. Sebagai unsure daripada keadilan, dikatakan ”kepentingan daya guna dan kemanfaatan”.
4. Jeremy Bentham (Teori Utilitis)
Dalam bukunya “Introduction to the morals legislation”, berpendapat bahwa hukum bertujuan untuk mewujudkan semata-mata apa yang berfaedah bagi orang.
5. Prof. Mr. J. Van Kan
Hukum bertujuan menjaga kepentingan tiap-tiap manusia supaya setiap kepentingan itu tidak dapat diganggu.
Menurut para ahli tujuan hukum pidana adalah :
1.    Memenuhi rasa keadilan (WIRJONO PRODJODIKORO)
2.    Melindungi masyarakat (social defence) (TIRTA AMIDJAJA)
3.    Melindungi kepentingan individu (HAM) dan kepentingan masyarakat dengan negara ( (KANTER DAN SIANTURI)
4.    Menyelesaikan konflik (BARDA .N)


3.    KEJAHATAN
A. Pengertian Kenakalan dan Kejahatan
Secara etimologis, kriminologi berasal dan kata Crime dan logos. Crime artinya kejahatan, sedangkan logos artinya ilmu pengetahuan. Secara lengkap kriminologi berarti ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan.
Ditinjau dari aspek yuridis, pelaku kejahatan adalah jika seseorang melanggar peraturan atau undang-undang pidana dan dinyatakan bersalah oleh pengadilan serta dijatuhi hukuman.



Contoh:
-  Pembunuhan adalah perbuatan yang memenuhi perumusan pasal 338 KUHP
-  Pencurian adalah perbuatan yang memenuhi  perumusan pasal 362 KUHP
-  Penganiayaan adalah perbuatan yang memenuhi perumusan pasal 351 KUHP
Dalam hal ini apabila seseorang belum dijatuhi hukuman berarti orang tersebut belum dianggap penjahat.
Ditinjau dari aspek sosial pelaku kejahatan ialah jika seseorang mengalami kegagalan dalam menyesuaikan diri atau berbuat menyimpang dengan sadar atau tidak sadar dari norma- norma yang berlaku di dalam masyarakat sehingga perbuatannya tidak dapat dibenarkan oleh masyarakat.
Ditinjau dari aspek ekonomi pelaku kejahatan ialah jika seseorang (atau  lebih)  dianggap merugikan orang lain dengan membebankan kepentingan ekonominya kepada masyarakat sekelilingnya, sehingga ia dianggap sebagai penghambat atas kebahagian orang lain.
Secara formal kejahatan dirumuskan sebagai suatu perbuatan yang oleh Negara diberi pidana. Pemberian pidana dimaksudkan untuk mengembalikan keseimbangan yang terganggu akibat perbuatan itu. Keseimbangan yang terganggu itu ialah ketertiban masyarakat terganggu, masyarakat resah akibatnya. Kejahatan dapat didefinisikan berdasarkan adanya unsur anti sosial. Berdasarkan unsur itu dapatlah dirumuskan bahwa kejahatan adalah suatu tindakan anti sosial yang merugikan, tidak pantas, tidak dapat dibiarkan, yang dapat menimbulkan kegoncangan dalam masyarakat. Terdapat beberapa pendapat ahli mengenai kejahatan, di antaranya:
1. D. Taft
”Kejahatan adalah pelanggaran hukum pidana”
2. Van Bemmelen
“Kejahatan adalah tiap kelakuan yang bersifat tidak susila dan merugikan, yang menimbulkan begitu banya ketidaktenangan dalam suatu masyarakat tertentu, sehingga masyarakat itu berhak untuk mencelanya dan menyatakan penolakannya atas kelakuan itu dalam bentuk nestapa dengan sengaja diberikan karena kelakuan tersebut”
3. Ruth Coven
“Orang berbuat jahat karena gagal menyeusaikan diri terhadap tuntutan masyarakat”
4. W.A. Bonger
“Kejahatan adalah perbuatan yang anti social yang oleh Negara ditentang dengan sadar dengan penjatuhan hukuman”
Apabila pendapat tentang kejahatan di atas kita pelajari secara teliti, maka dapatlah digolongkan dalam tiga jenis pengertian sebagai berikut:
a. Pengertian secara praktis (sosiologis)
Pelanggaran atas norma-norma agama, kebiasaan, kesusilaan yang hidup dalam masyarakat disebut kejahatan.
b. Pengertian secara religius
Pelanggaran atas perintah-perintah Tuhan disebut kejahatan. Pengertian a dan b disebut pengertian kriminologis.
c. Pengertian secara yuridis
Dilihat dari hukum pidana maka kejahatan adalah setiap perbuatan atau pelalaian yang dilarang oleh hukum publik untuk melindungi masyarakat dn diberi pidana oleh Negara.
Mengenai pengertian kenakalan sendiri, dalam KUUHP pasal 489 digunakan kata kenakalan yang berarti semua perbuatan orang yang berlawanan dengan ketertiban umum, ditujukan pada orang, binatang dan barang yang dapatr menimbulkan bahaya, kerugian, kesusahan yang tidak dapat dikenakan salah satu pasa KUUHP. Dengan kata lain semua tindakan yang tidak dapat dikenakan  pada salah satu pasal KUUHP dimasukkan dalam kelompok pengertian kenakalan.
4.    UNSUR –UNSUR  KEJAHATAN  MACAM – MACAM  KEJAHTAN
a.     Unsur-unsur Kejahatan
Secara umum, kejahatan harus mencakup unsure seperti tertera di bawah ini:
1. Harus ada sesuatu perbuatan manusia
Berdasarkan hukum pidana positif yang berlaku di Indoensia, yang dapat dijadikan subjek hukum hanyalah manusia.
2. Perbuatan itu harus sesuai dengan apa yang dirumuskan dalam ketentuan pidana.
3. Harus terbukti adanya dosa pada orang yang berbuat.
Untuk dapat dikatakan seseorang berdosa (tentu dalam hokum pidana) diperlukan adanya kesadaran pertanggungjawab, adanya hubungan pengaruh dari keadaan jiwa orang atas perbuatannya, kehampaan alasan yang dapat melepaskan diri dari pertanggungjawab.
4. Perbuatan itu harus berlawanan dengan hukum.
Secara formal perbuatan yang terlarang itu  berlawanan perintah undang-undang itulah perbuatan melawan hokum. Ada tiga penafsiran tentang istilah “melawan hukum”. Simons mengatakan melawan hukum artinya bertentang dengan hukum, bukan saja dengan hukum subjektif juga hukum objektif. Pompe memperluas lagi dengan hukum tertulis dan hukum tidak tertulis. Menurut anggapan Noyon, melawan hukum artinya bertentangan dengan hak orang lain. Sedang menurut Hoge Raad, Arrest 18-12-1911 W 9263 negri Belanda bahwa melawan hukum berarti tanpa wewenang atau tanpa hak.
5. Terhadap perbuatan itu harus tersedia ancaman  hukuman di dalam undang-undang.
Tidak boleh suatu perbuatan dipidana kalau sebelumnya dilakukan belum diatur oleh Undang-undang. Undang-undang hanya berlaku untuk ke depan dan tidak berlaku surut. Azas ini dikenal dengan sebutan “NULLUM DELICTUM, NULLA POENA SINE PRAEVIA LEGE POENALI”. Azas ini telah diletakkan pada pasal 1 ayat 1 KUUHP :
Tiada suatu perbuatan boleh dihukum, melainkan atas kekuatan ketentuan pidana dalam undang-undang, yang terdahulu daripda perbuatan itu.
b. Macam-Macam kejahatan

1.  Menurut Bonger kejahatan dapat digolongkan sebagai berikut:
·         Kejahatan ekonomi
·         Kejahatan seksual
·         Kejahatan agresif
·         Kejahatan politik
Sedang berdasarkan hukum pidana kita maka tipe penjahat, sebagai berikut:
a. Kejahatan dan pelanggaran mengenai kekayaan
b. Kejahatan dan pelanggaran mengenai nyawa dan tubuh
c. Kejahatan dan pelanggaran mengenai kehormatan orang
d. Kejahatan dan pelanggaran mengenai kesopanan
e. Kejahatan dan pelanggaran mengenai membahayakan keadaan
f.  Kejahatn dan pelanggaran menganai kedudukan Negara
g. Kejahatan dan pelanggaran mengenai tindakan alat-alat Negara.
2. Menurut Lombrossi pelaku kejahatan terbagi kepada:
a. Penjahat sejak lahir
b. Penjahat sakit gila
c. Penjahat karena nafsu kelamin
d. Penjahat karena kesempatan:
1) Penjahat sejati
2) Penjahat karena kebiasaan
3.  Menurut Gruhle pelaku kejahatan terbagi juga kepada:
a. Petindak karena kecenderungan :
a) Aktif melakukan
b) Pasif
b. Petindak karena kelemahan
c. Petindak karena nafsu
d. Petindak karena kehormatan
4.  Perihal Pelaku kejahatan, Garofalo membaginya kepada:
a. Pembunuh
b. Petindak agresif
c. Petindak karena kurang jujur
d. Petindak karena nafsu
5. Seelig melihat kejahatan dari motifnya dan membaginya kepada:
a. Penjahat karena enggan bekerja
b. Penjahat kekayaan uang
c. Penjahat agresif
d. Penjahat nafsu seksual
e. Penjahat karena krisis
f.  Penjahat yang bereaksi primitif
g. Penjahat karena keyakinan
h. Penjahat karena kurang disiplin
i.  Penjahat bentuk campuran
Menurut caranya dilakukan, kejahatan dapat dikelompokan ke dalam :
1.  Menggunakan alat bantu.
2.  Tanpa menggunakan alat bantu, hanya dengan kekuatan fisik belaka, bujuk rayu dan tipu daya.
3.  Residivis yaitu penjahat yang berulang-ulang keluar masuk penjara.
4. Penjahat berdarah dingin, yang melakukan tindak kejahatan dengan pertimbangan dan persiapan yang matang
5.  Penjahat   kesempatan   atau   situasional   yang melakukan   kejahatan   dengan   mengunakan kesempatan-kesempatan
6. Penjahat karena dorongan impuls-impuls yang timbul seketika
7. Penjahat kebetulan misalnya karena lupa diri tidak disengaja, lalai, ceroboh, acuh tak acuh, sembrono, dll.

5.    SANKSI PIDANA
 Jenis Sanksi Pidana
Pasal-pasal dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 yang mengatur tindak pidana di bidang perpajakan hanya menyebutkan dua jenis pidana yaitu : (1) Pidana Penjara (karena adanya tindak pidana yang dilakukan dengan sengaja ); (2) Pidana kurungan ( karena adanya tindak pidana yang dilakukan karena kealpaan ).
1).
Pidana Penjara
a.
Terhukum menjalani di gedung atau di rumah penjara
b.
Batas maksimum hukuman penjara ialah seumur hidup
c.
Pekerjaan yang harus dilakukan oleh para tahanan penjara biasanya lebih banyak dan lebih berat
d.
Kebebasan para tahanan penjara amat terbatas
e
Dibagai atas kelas-kelas menurut kualitas dan kuantitas kejahatan dari yang tergolong beratt sampai dengan yang teringan
f.  
Tidak dapat menjadi pengganti hukuman denda
2)  
Pidana Kurungan
a.  
Selain dipenjara negara, dalam kasus-kasus tertentu terhukum mungkin diizinkan menjalaninya di rumah sendiri dengan pengawasan yang berwajib
b.
Batas maksimum hukuman kurungan ialah 1 (satu) tahun
c.
Pekerjaan yang harus dilakukan oleh para tahanan kurungan biasanya lebih sedikit dan lebih ringan
d.
Kebebasan para tahanan kurungan lebih banyak.
e.
Pada dasarnya tidak ada pembagian atas kelas-kelas
f.
Dapat menjadi pengganti hukuman denda

6.    JENIS2- JENIS HUKUMAN
Jenis-jenis pidana(Hukuman) menurut KUHP
Hukuman pokok telah ditentukan dalam pasal 10 KUHP yang berbunyisebagai berikut: Pidana terdiri atas:
a. Pidana Pokok:1.Pidana Mati2.Pidana penjara3.Kurungan4.Dendab. Pidana Tambahan1.Pencabutan hak-hak tertentu2.Perampasan barang-barang tertentu3.Pengumuman putusan hakim.Dengan demikian, hakim tidak diperbolehkan menjatuhkan hukumanselain yang dirumuskan dalam Pasal 10 KUHP.
a.1. Pidana Mati Pidana ini adalah yang terberat dari semua pidana yang dicantumkanterhadap berbagai kejahatan yang sangat berat, misalnya pembunuhanberencana (Pasal340 KUHP), pencuruan dengan kekerasan (Pasal 365ayat(4), pemberontakan yang diatur dalam pasal 124 KUHP.
a.2. Pidana PenjaraPidana ini membatasi kemerdekaan atau kebebasan seseorang, yaituberupa hukuman penjara dan kurungan. Hukuman penjara lebih beratdari kurungan karena diancamkan terhadap berbagai kejahatan. Adapun kurungan lebih ringan karena diancamkan terhadappelanggaran atau kejahatan yang dilakukan karena kelalaian.(Ledenmarpaung, 2008:108). Hukuman penjara minimum satu hari danmaksimum seumur hidup. Hal ini diatur dalam pasal 12 KUHP yangberbunyi:(1) Pidana penjara adalah seumur hidup atau selama waktu tertentu.(2) Pidana penjara selama waktu tertentu paling pendek adalah satu  hari dan paling lama lima belas tahun berturut-turut.(3) Pidana penjara selama waktu tertentu boleh dijatuhkan untuk duapuluh tahun berturut-turutdalam hal yang pidananya Hakim bolehmemilih antara Pidana Mati, pidana seumur hidup dan pidana penjaraselama waktu tertentu atau antar pidana penjara selama waktu tertentu;begitu juga dalam hal batas lima belas tahun dapat dilampaui karenapembarengan (concursus), pengulangan(residive) atau Karena yangtelah ditentukan dalam pasal 52.(4) Pidana penjara selama waktu tertentu sekali-kali tidak boleh lebihdari dua puluh tahun.
a.3. kurunganPidana kurungan lebih ringan dari pidana penjara. Lebih ringan antaralain, dalam hal melakukan pekerjaan yang diwajibkan dan kebolehanmembawa peralatan yang dibutuhkan terhukum sehari-hari, misalnya:tempat tidur, selimut, dll. Lamanya pidana kurungan ini ditentukandalam pasal 18 KUHP yang berbunyi :(1). Lamanya pidana kurungan sekurang-kurangnya satu hari danpaling lama satu tahun.(2). Hukuman tersebut dapat dijatuhkan untuk paling lama satu tahunempat bulan jika ada pemberatan pidana yang disebabkan karenagabungan kejahatan atau pengulangan, atau ketentuan pada pasal 52dan 52
a.4. DendaHukuman denda selain diancamkan pada pelaku pelanggaran jugadiancamkan terhadap kejahatan yang adakalanya sebagai alternativeatau kumulatif. Jumlah yang dapay dikenakan pada hukuman dendaditentukan minimum dua puluh sen, sedang jumlah maksimim, tidakada ketentuan.Mengenai hukuman denda diatur dalam pasal 30KUHP,yang berbunyi:(1) Jumlah hukuman denda sekurang-kurangnya dua puluh lima sen.(2) Jika dijatuhkan hukuman denda dan denda itu tidak dibayar makadiganti dengan hukuman kurungan.(3) Lamanya hukuman kurungan pengganti hukuman denda sekurang-kurangnya satu hari dan selama-lamanya enam bulan.(4) Dalam putusan hakim, lamanya itu ditetapkan begitu rupa, bahwaharga setengah rupiah atau kurang, diganti dengan satu hari, buat   harga lebih tinggi bagi tiap-tiap setengah rupiah gantinya tidak lebih darisatu hari, akhirnya sisanya yang tak cukup, gantinya setengah rupiah juga.(5) Hukuman kurungan itu boleh dijatuhkan selama-lamanya delapanbulan dalam hal-hal jumlah tertinggi denda itu ditambah karena adagabungan kejahatan, karena mengulangi kejahatan atau karenaketentuan pasal 52 dan 52.
a.(6) Hukuman kurungan tidak boleh sekali-kali lebih dari delapan bulan.Pidana denda tersebut dapat dibayar siapa saja. Artinya, baik keluargaatau kenalan dapat melunasinya.b.1. Pencabutan hak-hak tertentuHal ini diatur dalam pasal 35 KUHP yang berbunyi:(1) Hak si bersalah, yang boleh dicabut dalam putusan hakim dalam halyang ditentukan dalam kitab undang-undang ini atau dalam undang-undang umum lainnya, ialah1. Menjabat segala jabatan atau jabatan tertentu;2. Masuk balai tentara;3. Memilih dan boleh dipilih pada pemilihan yang dilakukan karenaundang-undang umum;4. Menjadi penasehat atau wali, atau wali pengawas atau pengampuatau pengampu pengawas atas orang lain yang bukan ankanya sendiri;5. Kekuasaan bapak, perwalian, dan pengampuan atas anaknyasendiri;6. Melakukan pekerjaan tertentu;(2) Hakim berkuasa memecat seorang pegawai negeri dari jabatannyaapabila dalam undang-undang umum ada ditunjuk pembesar lain yangsemata-mata berkuasa melakukan pemecatan itu.b.2. Perampasan Barang TertentuKarena suatu putusan perkara mengenai diri terpidana, maka barangyang dirampas itu adalah barang hasil kejahatan atau barang milikterpidana yang dirampas itu adalah barang hasil kejahatan atau barangmilik terpidana yang digunakan untuk melaksanakan kejahatannya. Halini diatur dalam pasal 39 KUHP yang berbunyi:(1) Barang kepunyaan si terhukum yang diperolehnya dengankejahatan atau dengan sengaja telah dipakainya untuk melakukan kejahatan, boleh dirampas.(2) Dalam hal menjatuhkan hukuman karena melakukan kejahatan tidakdengan sengaja atau karena melakujkan pelanggran dapat jugadijatuhkan perampasan, tetapi dalam hal-hal yang telah ditentukan olehundang-undang.(3) Hukuman perampasan itu dapat juga dijatuhkan atsa orang yangbersalah yang oleh hakim diserahkan kepada pemerintah, tetapihanyalah atas barang yang telah disita.b.3. Pengumuman Putusan HakimHukuman tambahan ini dimaksudkan untuk mengumuman kepadakhalayak ramai (umum) agar dengan demikian masyarakat umum lebihberhati-hati terhadap si terhukum. Biasanya ditentukan oleh hakimdalam surat kabar yang mana, atau berapa kali, yang semuanya atasbiaya si terhuku. Jadi cara-cara menjalankan pengumuman putusanhakim dimuat dalam putusan (Pasal 43 KUHP).




Daftar pustaka