ASAS-ASAS BERLAKUNYA HUKUM PIDANA
RUANG
BERLAKUNYA HUKUM PIDANA MENURUT WAKTU
Penerapan hukum pidana atau suatu
perundang-undangan pidana berkaitan denganwaktu dan tempat perbuatan
dilakukan. Serta berlakunya hukum pidana menurut waktumenyangkut
penerapan hukum pidana dari segi lain. Dalam hal seseorang melakukan
perbuatan (feit) pidana sedangkan perbuatan tersebut belum
diatur atau belum diberlakukan ketentuan yang bersangkutan, maka hal itu tidak
dapat dituntut dan sama sekali tidak dapat dipidana.
Asas
Legalitas (nullum delictum nula poena sine praevia
lege poenali) Terdapat dalam Pasal 1 ayat
(1) KUHP.
Tidak dapat dipidana seseorang kecuali
atas perbuatan yang dirumuskan dalam suatu aturan perundang-undangan yang telah
ada terlebih dahulu.
asas ini dirumuskan oleh Anselm von
Feuerbach dalam teori : “vom psychologishen zwang (paksaan psikologis)” dimana
adagium nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali yang
mengandung tiga prinsip dasar :
·
Nulla poena sine lege (tiada pidana tanpa undang-undang)
· &nbp;
Nulla Poena sine crimine (tiada pidana tanpa perbuatan
pidana)
·
Nullum crimen sine poena legali (tiada perbuatan
pidana tanpa undang-undang pidana yang terlebih dulu ada).
RUANG BERLAKUNYA HUKUM PIDANA MENURUT TEMPAT
Teori tetang ruang lingkup berlakunya
hukum pidana nasional menurut tempat terjadinya. Perbuatan (yurisdiksi
hukum pidana nasional), apabila ditinjau dari sudut Negara ada 2 (dua)
pendapat yaitu :
1. Perundang-undangan hukum pidana berlaku
bagi semua perbuatan pidana yang terjadi diwilayah Negara, baik dilakuakan oleh
warga negaranya sendiri maupun oleh orang lain (asas territorial).
2. Perundang-undangan hukum pidana berlaku
bagi semua perbuatan pidana yang dilakukan oleh warga Negara, dimana saja, juga
apabila perbuatan pidana itu dilakukan diluar wilayah Negara. Pandangan ini
disebut menganut asas personal atau prinsip
nasional aktif.
Dalam hal ini asas-asas hukum pidana
menurut tempat :
1. Asas Teritorial.
Asas ini diatur dalam KUHP yaitu dalam
Pasal 2 KUHP yang menyatakan :
Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap
orang yang melakukan suatu tindak pidana di Indonesia.
Perluasan dari Asas Teritorialitas
diatur dalam pasal 3 KUHP yang menyatakan :
Ketentuan pidana perundang-undangan
Indonesia berlaku bagi setiap orang yang di luar wilayah Indonesia
melakukan tindak pidana didalam kendaraan air atau pesawat udara Indonesia”.
2. Asas Personal (nasional aktif).
Pasal 5 KUHP menyatakan :
(1). Ketetentuan pidana dalam
perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi warga Negara yang di luar
Indonesia melakukan : salah satu kejahatan yang tersebut dalam Bab I dan Bab II
Buku Kedua dan Pasal-Pasal 160, 161, 240, 279, 450 dan 451. Salah satu
perbuatan yang oleh suatu ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia
dipandang sebagai kejahatan, sedangkan menurut perundang-undangan Negara dimana
perbuatan itu dilakukan diancam dengan pidana.
(2). Penuntutan
perkara sebagaimana dimaksud dalam butir 2 dapat dilakukan juga jika terdakwa
menjadi warga Negara sesudah melakukan perbuatan.
Sekalipun rumusan Pasal 5 ini memuat
perkataan “diterapkan bagi warga Negara Indonesia yang diluar wilayah
Indonesia”’, sehingga seolah-olah mengandung asas personal, akan tetapi
sesungguhnya pasal 5 KUHP memuat asas melindungi kepentingan nasional (asas
nasional pasif)
karena Ketentuan pidana yang
diberlakukan bagi warga Negara diluar wilayah territorial wilyah Indonesia
tersebut hanya pasal-pasal tertentu saja, yang dianggap penting sebagai
perlindungan terhadap kepentingan nasional.
3. Asas Perlindungan
(nasional pasif)
Dikatakan melindungi kepentingan nasional karena Pasal 4 KUHP ini
memberlakukan perundang-undangan pidana Indonesia bagi setiap orang yang di
luar wilayah Negara Indonesia melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan
nasional, yaitu :
1. Kejahatan terhadap
keamanan Negara dan kejahatan terhadap martabat / kehormatan Presiden Republik
Indonesia dan Wakil Presiden Republik Indonesia (pasal 4 ke-1).
2. Kejahatan mengenai
pemalsuan mata uang atau uang kertas Indonesia atau segel / materai dan merek
yang digunakan oleh pemerintah Indonesia (pasal 4 ke-2).
3. Kejahatan mengenai
pemalsuan surat-surat hutang atau sertifkat-sertifikat hutang yang dikeluarkan
oleh Negara Indonesia atau bagian-bagiannya (pasal 4 ke-3).
4. Kejahatan mengenai
pembajakan kapal laut Indonesia dan pembajakan pesawat udara Indonesia (pasal 4
ke-4).
5. Asas Universal.
Berlakunya pasal 2-5 dan 8 KUHP dibatasi oleh pengecualian-pengecualian
dalam hukum internasional. Bahwa asas melindungi kepentingan internasional
(asas universal) adalah dilandasi pemikiran bahwa setiap Negara di dunia wajib
turut melaksanakan tata hukum sedunia (hukum internasional).
Menurut Moeljatno, pada umumnya
pengecualian yang diakui meliputi :
1. Kepala Negara beserta keluarga dari
Negara sahabat, dimana mereka mempunyai hak eksteritorial. Hukum nasional suatu
Negara tidak berlaku bagi mereka.
2. Duta besar Negara asing beserta
keluarganya mereka juga mempunyai hak eksteritorial.
3. Anak buah kapal perang asing yang
berkunjung di suatu Negara, sekalipun ada di luar kapal. Menurut hukum
internasional kapal peran adalah teritoir Negara yang mempunyainya.
4. Tentara Negara asing yang ada di dalam
wilayah Negara dengan persetujuan Negara itu.
1.
TUJUAN
HKUM PIDANA
Tujuan
Hukum Pidana menurut R. Abdoel Djamali (2000) adalah sebagai berikut :
1. Untuk menakut-nakuti setiap orang agar jangan sampai
melakukan perbuatan yang tidak baik
2. Untuk mendidik orang yang telah pernah melakukan
perbuatan tidak baik menjadi baik dan dapat diterima kembali dalam kehidupan
lingkungannya.
Dari kedua tujuan tersebut, dapat diartikan bahwa
ketentuan-ketentuan yang ada di dalam hukum pidana dimaksudkan untuk mencegah
terjadinya gejala-gejala sosial yang kurang sehat serta memberikan terapi bagi
yang telah terlanjur berbuat tidak baik. Oleh karena itu, hukum pidana harus
memuat tentang aturan-aturan yang membatasi tingkah laku manusia agar tidak
terjadi pelanggaran kepentingan umum.
Menurut ajaran Psikologi Sosial, behaviorisme dengan tokohnya
B.F Skinner menyatakan bahwa hukum pidana juga memiliki tujuan utama untuk
memberikan stimulus-stimulus tertentu agar manusia terdorong untuk menerima dan
melakukan sejumlah perilaku yang diharapkan dilakukan oleh peran kemasyarakatan
yang dibebankan kepadanya (Remmelink, 2003).
Menjadi jelas bahwa selain untuk membatasi tingkah laku
manusia agar tidak terjadi pelanggaran kepentingan umum, hukum pidana juga
bertujuan untuk membentuk tingkah laku yang sesuai dengan norma-norma yang
hidup dimasyarakatnya.
2.
TUJUAN
HUKUM PIDANA MENURUT PARA AHLI
Tujuan Hukum Menurut para Ahli
1. Prof. Subekti, S.H
Dalam bukunya yang berjudul “Dasar-Dasar Hukum dan
Pengadilan”, beliau menilai bahwa hukum itu mengabdi pada tujuan Negara yang
dalam pokonya ialah mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan pada rakyatnya.
Dalam penerapannya, hukum tidak hanya untuk memperoleh keadilan, tetapi harus
mendapatkan keseimbangan antara tuntutan keadilan dengan tuntutan kepastian
hukum.
2. Prof. Mr. Dr. L.J Van Apeldoorn
Dalam bukunya yang berjudul “Inleiding tot de studie van het
Nederlandse recht” mengatakan tujuan hukum ialah mengatur pergaulan hidup
manusia secara damai. Hukum menghendaki perdamaian.
3. Geny
Dalam “Science et technique en droit prive positif”, geny
mengajarkan bahwa hukum bertujuan semata-mata untuk mencapai keadilan. Sebagai
unsure daripada keadilan, dikatakan ”kepentingan daya guna dan kemanfaatan”.
4. Jeremy Bentham (Teori Utilitis)
Dalam bukunya “Introduction to the morals legislation”,
berpendapat bahwa hukum bertujuan untuk mewujudkan semata-mata apa yang
berfaedah bagi orang.
5. Prof. Mr. J. Van Kan
Hukum bertujuan menjaga kepentingan tiap-tiap manusia supaya
setiap kepentingan itu tidak dapat diganggu.
Menurut para ahli tujuan hukum pidana
adalah :
1.
Memenuhi rasa keadilan (WIRJONO PRODJODIKORO)
2.
Melindungi masyarakat (social defence) (TIRTA AMIDJAJA)
3.
Melindungi kepentingan individu (HAM) dan kepentingan masyarakat dengan
negara ( (KANTER DAN SIANTURI)
4.
Menyelesaikan konflik (BARDA .N)
3.
KEJAHATAN
A. Pengertian Kenakalan dan Kejahatan
Secara etimologis, kriminologi berasal dan kata Crime dan logos.
Crime artinya kejahatan, sedangkan logos artinya ilmu pengetahuan. Secara
lengkap kriminologi berarti ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang
kejahatan.
Ditinjau dari aspek yuridis, pelaku kejahatan adalah jika
seseorang melanggar peraturan atau undang-undang pidana dan dinyatakan bersalah
oleh pengadilan serta dijatuhi hukuman.
Contoh:
-
Pembunuhan adalah perbuatan yang memenuhi perumusan pasal 338 KUHP
-
Pencurian adalah perbuatan yang memenuhi
perumusan pasal 362 KUHP
-
Penganiayaan adalah perbuatan yang memenuhi perumusan pasal 351 KUHP
Dalam hal ini apabila seseorang belum dijatuhi hukuman
berarti orang tersebut belum dianggap penjahat.
Ditinjau dari aspek sosial pelaku kejahatan ialah jika
seseorang mengalami kegagalan dalam menyesuaikan diri atau berbuat menyimpang
dengan sadar atau tidak sadar dari norma- norma yang berlaku di dalam
masyarakat sehingga perbuatannya tidak dapat dibenarkan oleh masyarakat.
Ditinjau dari aspek ekonomi pelaku kejahatan ialah jika
seseorang (atau lebih) dianggap merugikan orang lain dengan
membebankan kepentingan ekonominya kepada masyarakat sekelilingnya, sehingga ia
dianggap sebagai penghambat atas kebahagian orang lain.
Secara formal kejahatan dirumuskan sebagai suatu perbuatan
yang oleh Negara diberi pidana. Pemberian pidana dimaksudkan untuk
mengembalikan keseimbangan yang terganggu akibat perbuatan itu. Keseimbangan
yang terganggu itu ialah ketertiban masyarakat terganggu, masyarakat resah
akibatnya. Kejahatan dapat didefinisikan berdasarkan adanya unsur anti sosial.
Berdasarkan unsur itu dapatlah dirumuskan bahwa kejahatan adalah suatu tindakan anti sosial yang merugikan, tidak
pantas, tidak dapat dibiarkan, yang dapat menimbulkan kegoncangan dalam
masyarakat. Terdapat beberapa pendapat ahli mengenai kejahatan, di antaranya:
1. D. Taft
”Kejahatan adalah pelanggaran hukum pidana”
2. Van Bemmelen
“Kejahatan adalah tiap kelakuan yang bersifat tidak susila
dan merugikan, yang menimbulkan begitu banya ketidaktenangan dalam suatu
masyarakat tertentu, sehingga masyarakat itu berhak untuk mencelanya dan
menyatakan penolakannya atas kelakuan itu dalam bentuk nestapa dengan sengaja
diberikan karena kelakuan tersebut”
3. Ruth Coven
“Orang berbuat jahat karena gagal menyeusaikan diri terhadap
tuntutan masyarakat”
4. W.A. Bonger
“Kejahatan adalah perbuatan yang anti social yang oleh
Negara ditentang dengan sadar dengan penjatuhan hukuman”
Apabila pendapat tentang kejahatan di atas kita pelajari
secara teliti, maka dapatlah digolongkan dalam tiga jenis pengertian sebagai
berikut:
a. Pengertian secara praktis (sosiologis)
Pelanggaran atas norma-norma agama, kebiasaan, kesusilaan
yang hidup dalam masyarakat disebut kejahatan.
b. Pengertian secara religius
Pelanggaran atas perintah-perintah Tuhan disebut kejahatan.
Pengertian a dan b disebut pengertian kriminologis.
c. Pengertian secara yuridis
Dilihat dari hukum pidana maka kejahatan adalah setiap
perbuatan atau pelalaian yang dilarang oleh hukum publik untuk melindungi
masyarakat dn diberi pidana oleh Negara.
Mengenai pengertian kenakalan sendiri, dalam KUUHP pasal 489
digunakan kata kenakalan yang berarti semua perbuatan orang yang berlawanan
dengan ketertiban umum, ditujukan pada orang, binatang dan barang yang dapatr
menimbulkan bahaya, kerugian, kesusahan yang tidak dapat dikenakan salah satu
pasa KUUHP. Dengan kata lain semua tindakan yang tidak dapat dikenakan pada salah satu pasal KUUHP dimasukkan dalam
kelompok pengertian kenakalan.
4.
UNSUR
–UNSUR KEJAHATAN MACAM – MACAM
KEJAHTAN
a. Unsur-unsur Kejahatan
Secara umum, kejahatan harus mencakup unsure seperti tertera
di bawah ini:
1. Harus ada sesuatu perbuatan manusia
Berdasarkan hukum pidana positif yang berlaku di Indoensia,
yang dapat dijadikan subjek hukum hanyalah manusia.
2. Perbuatan itu harus sesuai dengan apa yang dirumuskan
dalam ketentuan pidana.
3. Harus terbukti adanya dosa pada orang yang berbuat.
Untuk dapat dikatakan seseorang berdosa (tentu dalam hokum
pidana) diperlukan adanya kesadaran pertanggungjawab, adanya hubungan pengaruh
dari keadaan jiwa orang atas perbuatannya, kehampaan alasan yang dapat
melepaskan diri dari pertanggungjawab.
4. Perbuatan itu harus berlawanan dengan hukum.
Secara formal perbuatan yang terlarang itu berlawanan perintah undang-undang itulah
perbuatan melawan hokum. Ada tiga penafsiran tentang istilah “melawan hukum”.
Simons mengatakan melawan hukum artinya bertentang dengan hukum, bukan saja
dengan hukum subjektif juga hukum objektif. Pompe memperluas lagi dengan hukum
tertulis dan hukum tidak tertulis. Menurut anggapan Noyon, melawan hukum
artinya bertentangan dengan hak orang lain. Sedang menurut Hoge Raad, Arrest
18-12-1911 W 9263 negri Belanda bahwa melawan hukum berarti tanpa wewenang atau
tanpa hak.
5. Terhadap perbuatan itu harus tersedia ancaman hukuman di dalam undang-undang.
Tidak boleh suatu perbuatan dipidana kalau sebelumnya
dilakukan belum diatur oleh Undang-undang. Undang-undang hanya berlaku untuk ke
depan dan tidak berlaku surut. Azas ini dikenal dengan sebutan “NULLUM
DELICTUM, NULLA POENA SINE PRAEVIA LEGE POENALI”. Azas ini telah diletakkan
pada pasal 1 ayat 1 KUUHP :
Tiada suatu perbuatan boleh dihukum, melainkan atas kekuatan
ketentuan pidana dalam undang-undang, yang terdahulu daripda perbuatan itu.
b. Macam-Macam kejahatan
1.
Menurut Bonger kejahatan dapat digolongkan sebagai berikut:
· Kejahatan ekonomi
· Kejahatan seksual
· Kejahatan agresif
· Kejahatan politik
Sedang berdasarkan hukum pidana kita maka tipe penjahat,
sebagai berikut:
a.
Kejahatan dan pelanggaran mengenai kekayaan
b.
Kejahatan dan pelanggaran mengenai nyawa dan tubuh
c.
Kejahatan dan pelanggaran mengenai kehormatan orang
d.
Kejahatan dan pelanggaran mengenai kesopanan
e.
Kejahatan dan pelanggaran mengenai membahayakan keadaan
f. Kejahatn dan pelanggaran menganai kedudukan
Negara
g.
Kejahatan dan pelanggaran mengenai tindakan alat-alat Negara.
2. Menurut Lombrossi pelaku
kejahatan terbagi kepada:
a.
Penjahat sejak lahir
b.
Penjahat sakit gila
c.
Penjahat karena nafsu kelamin
d.
Penjahat karena kesempatan:
1) Penjahat sejati
2) Penjahat karena kebiasaan
3.
Menurut Gruhle pelaku kejahatan terbagi juga kepada:
a.
Petindak karena kecenderungan :
a) Aktif melakukan
b) Pasif
b.
Petindak karena kelemahan
c.
Petindak karena nafsu
d.
Petindak karena kehormatan
4.
Perihal Pelaku kejahatan, Garofalo membaginya kepada:
a.
Pembunuh
b.
Petindak agresif
c.
Petindak karena kurang jujur
d.
Petindak karena nafsu
5. Seelig melihat kejahatan dari
motifnya dan membaginya kepada:
a.
Penjahat karena enggan bekerja
b.
Penjahat kekayaan uang
c.
Penjahat agresif
d.
Penjahat nafsu seksual
e.
Penjahat karena krisis
f. Penjahat yang bereaksi primitif
g.
Penjahat karena keyakinan
h.
Penjahat karena kurang disiplin
i. Penjahat bentuk campuran
Menurut caranya dilakukan, kejahatan dapat dikelompokan ke
dalam :
1.
Menggunakan alat bantu.
2.
Tanpa menggunakan alat bantu, hanya dengan kekuatan fisik belaka, bujuk
rayu dan tipu daya.
3.
Residivis yaitu penjahat yang berulang-ulang keluar masuk penjara.
4. Penjahat berdarah dingin, yang
melakukan tindak kejahatan dengan pertimbangan dan persiapan yang matang
5.
Penjahat kesempatan atau
situasional yang melakukan kejahatan
dengan mengunakan
kesempatan-kesempatan
6. Penjahat karena dorongan
impuls-impuls yang timbul seketika
7. Penjahat kebetulan misalnya
karena lupa diri tidak disengaja, lalai, ceroboh, acuh tak acuh, sembrono, dll.
5.
SANKSI
PIDANA
Jenis Sanksi Pidana
Pasal-pasal dalam Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2007 yang mengatur tindak pidana di bidang perpajakan hanya menyebutkan
dua jenis pidana yaitu : (1) Pidana Penjara (karena adanya tindak pidana yang
dilakukan dengan sengaja ); (2) Pidana kurungan ( karena adanya tindak pidana
yang dilakukan karena kealpaan ).
|
1).
|
Pidana Penjara
|
||||||||||||
|
2)
|
Pidana Kurungan
|
6.
JENIS2-
JENIS HUKUMAN
Jenis-jenis
pidana(Hukuman) menurut KUHP
Hukuman
pokok telah ditentukan dalam pasal 10 KUHP yang berbunyisebagai berikut: Pidana
terdiri atas:
a.
Pidana Pokok:1.Pidana Mati2.Pidana penjara3.Kurungan4.Dendab. Pidana
Tambahan1.Pencabutan hak-hak tertentu2.Perampasan barang-barang
tertentu3.Pengumuman putusan hakim.Dengan demikian, hakim tidak diperbolehkan
menjatuhkan hukumanselain yang dirumuskan dalam Pasal 10 KUHP.
a.1.
Pidana Mati Pidana ini adalah yang terberat dari semua pidana yang
dicantumkanterhadap berbagai kejahatan yang sangat berat, misalnya
pembunuhanberencana (Pasal340 KUHP), pencuruan dengan kekerasan (Pasal
365ayat(4), pemberontakan yang diatur dalam pasal 124 KUHP.
a.2.
Pidana PenjaraPidana ini membatasi kemerdekaan atau kebebasan seseorang,
yaituberupa hukuman penjara dan kurungan. Hukuman penjara lebih beratdari
kurungan karena diancamkan terhadap berbagai kejahatan. Adapun kurungan lebih
ringan karena diancamkan terhadappelanggaran atau kejahatan yang dilakukan
karena kelalaian.(Ledenmarpaung, 2008:108). Hukuman penjara minimum satu hari
danmaksimum seumur hidup. Hal ini diatur dalam pasal 12 KUHP yangberbunyi:(1)
Pidana penjara adalah seumur hidup atau selama waktu tertentu.(2) Pidana
penjara selama waktu tertentu paling pendek adalah satu hari dan paling lama lima belas tahun
berturut-turut.(3) Pidana penjara selama waktu tertentu boleh dijatuhkan untuk
duapuluh tahun berturut-turutdalam hal yang pidananya Hakim bolehmemilih antara
Pidana Mati, pidana seumur hidup dan pidana penjaraselama waktu tertentu atau
antar pidana penjara selama waktu tertentu;begitu juga dalam hal batas lima
belas tahun dapat dilampaui karenapembarengan (concursus),
pengulangan(residive) atau Karena yangtelah ditentukan dalam pasal 52.(4)
Pidana penjara selama waktu tertentu sekali-kali tidak boleh lebihdari dua
puluh tahun.
a.3.
kurunganPidana kurungan lebih ringan dari pidana penjara. Lebih ringan
antaralain, dalam hal melakukan pekerjaan yang diwajibkan dan kebolehanmembawa
peralatan yang dibutuhkan terhukum sehari-hari, misalnya:tempat tidur, selimut,
dll. Lamanya pidana kurungan ini ditentukandalam pasal 18 KUHP yang berbunyi
:(1). Lamanya pidana kurungan sekurang-kurangnya satu hari danpaling lama satu
tahun.(2). Hukuman tersebut dapat dijatuhkan untuk paling lama satu tahunempat
bulan jika ada pemberatan pidana yang disebabkan karenagabungan kejahatan atau
pengulangan, atau ketentuan pada pasal 52dan 52
a.4.
DendaHukuman denda selain diancamkan pada pelaku pelanggaran jugadiancamkan
terhadap kejahatan yang adakalanya sebagai alternativeatau kumulatif. Jumlah
yang dapay dikenakan pada hukuman dendaditentukan minimum dua puluh sen, sedang
jumlah maksimim, tidakada ketentuan.Mengenai hukuman denda diatur dalam pasal
30KUHP,yang berbunyi:(1) Jumlah hukuman denda sekurang-kurangnya dua puluh lima
sen.(2) Jika dijatuhkan hukuman denda dan denda itu tidak dibayar makadiganti
dengan hukuman kurungan.(3) Lamanya hukuman kurungan pengganti hukuman denda
sekurang-kurangnya satu hari dan selama-lamanya enam bulan.(4) Dalam putusan
hakim, lamanya itu ditetapkan begitu rupa, bahwaharga setengah rupiah atau
kurang, diganti dengan satu hari, buat
harga lebih tinggi bagi tiap-tiap setengah rupiah gantinya tidak lebih
darisatu hari, akhirnya sisanya yang tak cukup, gantinya setengah rupiah
juga.(5) Hukuman kurungan itu boleh dijatuhkan selama-lamanya delapanbulan
dalam hal-hal jumlah tertinggi denda itu ditambah karena adagabungan kejahatan,
karena mengulangi kejahatan atau karenaketentuan pasal 52 dan 52.
a.(6)
Hukuman kurungan tidak boleh sekali-kali lebih dari delapan bulan.Pidana denda tersebut
dapat dibayar siapa saja. Artinya, baik keluargaatau kenalan dapat
melunasinya.b.1. Pencabutan hak-hak tertentuHal ini diatur dalam pasal 35 KUHP
yang berbunyi:(1) Hak si bersalah, yang boleh dicabut dalam putusan hakim dalam
halyang ditentukan dalam kitab undang-undang ini atau dalam undang-undang umum
lainnya, ialah1. Menjabat segala jabatan atau jabatan tertentu;2. Masuk balai
tentara;3. Memilih dan boleh dipilih pada pemilihan yang dilakukan
karenaundang-undang umum;4. Menjadi penasehat atau wali, atau wali pengawas
atau pengampuatau pengampu pengawas atas orang lain yang bukan ankanya
sendiri;5. Kekuasaan bapak, perwalian, dan pengampuan atas anaknyasendiri;6.
Melakukan pekerjaan tertentu;(2) Hakim berkuasa memecat seorang pegawai negeri
dari jabatannyaapabila dalam undang-undang umum ada ditunjuk pembesar lain
yangsemata-mata berkuasa melakukan pemecatan itu.b.2. Perampasan Barang
TertentuKarena suatu putusan perkara mengenai diri terpidana, maka barangyang
dirampas itu adalah barang hasil kejahatan atau barang milikterpidana yang
dirampas itu adalah barang hasil kejahatan atau barangmilik terpidana yang
digunakan untuk melaksanakan kejahatannya. Halini diatur dalam pasal 39 KUHP
yang berbunyi:(1) Barang kepunyaan si terhukum yang diperolehnya dengankejahatan
atau dengan sengaja telah dipakainya untuk melakukan kejahatan, boleh dirampas.(2) Dalam hal menjatuhkan hukuman karena
melakukan kejahatan tidakdengan sengaja atau karena melakujkan pelanggran
dapat jugadijatuhkan perampasan, tetapi dalam hal-hal yang telah
ditentukan olehundang-undang.(3) Hukuman perampasan itu dapat juga dijatuhkan
atsa orang yangbersalah yang oleh hakim diserahkan kepada pemerintah,
tetapihanyalah atas barang yang telah disita.b.3. Pengumuman Putusan
HakimHukuman tambahan ini dimaksudkan untuk mengumuman kepadakhalayak ramai
(umum) agar dengan demikian masyarakat umum lebihberhati-hati terhadap si
terhukum. Biasanya ditentukan oleh hakimdalam surat kabar yang mana, atau
berapa kali, yang semuanya atasbiaya si terhuku. Jadi cara-cara
menjalankan pengumuman putusanhakim dimuat dalam putusan (Pasal 43 KUHP).
Daftar pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar